Banyak ragam kekuatan, baik yang fisik maupun mental. Sebagian kekuataan
itu, tidak kita pahami secara baik, bahkan kita nilai identik dengan
kelemahan, seperti misalnya “sabar”. Sabar, sering kita artikan sebagai
“kemampuan menekan gejolak hati demi mencapai yang baik atau yang lebih
baik”. Tetapi jangan menduga, bahwa menekan semua gejolak hati merupakan
kesabaran. Ini, karena jika seorang yang Anda takuti menganiaya Anda,
dan timbul keinginan hati untuk mencegahnya (membalasnya), namun Anda
tidak lakukan itu karena takut (sambil tetap menekan gejolak hati Anda),
maka Anda tidak bersabar, tapi itu justru bukti kelemahan Anda.
Kesabaran hanya diperankan oleh yang kuat, sehingga jika Anda merasa mampu membalas kejahatan orang lain, tapi Anda menekan gejolak hati Anda, maka ketika itulah Anda bersabar. Demikian juga halnya dengan memberi maaf.
Ucapan penuh hikmah oleh Ali bin Abi Thalib,
Ini, bukan ajakan untuk mengabaikan kenikmatan hidup, atau merasa puas dengan yang sedikit. Tetapi ini adalah ajakan untuk mendidik jiwa, apa dan kapan hendaknya ia berkeinginan dan merasa butuh. Serta kapan pula harus mencampakkan keinginan dan kebutuhan. Ini, adalah upaya memadukan antara kebutuhan dan lawannya. Persis seperti olahragawan yang dituntut ngotot, berupaya dan berupaya sekuat tenaga guna meraih kemenangan, dengan menyuguhkan permainan cantik. Tapi dalam saat yang sama, ia pun harus siap mental menderita kekalahan tanpa harus kehilangan rasa percaya diri.
BACA SELANJUTNYA
Kesabaran hanya diperankan oleh yang kuat, sehingga jika Anda merasa mampu membalas kejahatan orang lain, tapi Anda menekan gejolak hati Anda, maka ketika itulah Anda bersabar. Demikian juga halnya dengan memberi maaf.
Ucapan penuh hikmah oleh Ali bin Abi Thalib,
“Bila Anda membutuhkan seseorang, Anda menjadi tawanannya. Bila Anda tidak membutuhkannya, Anda sepadan dengannya. Dan bila Anda dibutuhkan orang lain, Anda menjadi kuasanya.”Karena itu, kurangi sedapat mungkin kebutuhan Anda, yang ada pun jangan menilainya terlalu besar. Sehingga, jika tidak terpenuhi, mudah Anda campakkan dari hati, semudah mencampakkan pasir dari genggaman tangan.
Ini, bukan ajakan untuk mengabaikan kenikmatan hidup, atau merasa puas dengan yang sedikit. Tetapi ini adalah ajakan untuk mendidik jiwa, apa dan kapan hendaknya ia berkeinginan dan merasa butuh. Serta kapan pula harus mencampakkan keinginan dan kebutuhan. Ini, adalah upaya memadukan antara kebutuhan dan lawannya. Persis seperti olahragawan yang dituntut ngotot, berupaya dan berupaya sekuat tenaga guna meraih kemenangan, dengan menyuguhkan permainan cantik. Tapi dalam saat yang sama, ia pun harus siap mental menderita kekalahan tanpa harus kehilangan rasa percaya diri.
BACA SELANJUTNYA
0 Comments
Posting Komentar