Puasa Sebagai Wahana Edukasi


Oleh: Roli Abdul Rokhman
Ibadah puasa lebih banyak menekankan kesadaran dan keyakinan pelakunya dalam melaksanakan kewajiban dari Zat Yang Maha menentukan corak dan warna kehidupan manusia. Semua proses spekulatif dalam menjalankan ibadah puasa dari sudut simbolisme, pada hakekatnya tidak terlepas dari kehidupan manusia. Artinya melakukan ibadah puasa sebagai bentuk kepasrahan mutlak terhadap Allah swt. Karena itu orang tidak perlu mengetahui jawaban atas pertanyaan apa sebetulnya manfaat berpuasa, tetapi harus membulatkan tekad untuk melakukan puasa. Menurut pendapat Abu Su’ud; “puasa adalah salah sebuah simbol kepasrahan diri, suatu sikap yang menunjukkan adanya pemahaman yang tinggi terhadap sikap hubungan antara manusia dengan Tuhan.

Apabila pendapat tersebut ditelaah dengan pendekatan kerangka berpikir Al-Qur’an, maka puncak hubungan antara Tuhan dengan manusia itu disifatkan oleh Allah dalam Al-Quran sebagai hubungan antar kekasih, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya:“Katakanlah kalau kalian mencintai Allah, maka ikutlah Daku, Allah mencintai kalian, lalu memberi kalian ampunan, dan Allah itu memang Maha Pengampun dan Penyayang. (Q.S. Ali-Imron: 31)

Dari sinilah tampak adanya nilai pendidikan dalam ibadah puasa yang diajarkan oleh agama Islam. Dalam Islam puasa dinyatakan sebagai sarana pernyataan secara mutlak kepada Allah swt. hal ini disebabkan karena manusia menyadari betapa baiknya hubungan antara Allah dengan hambanya, sebagai hubungan Cinta Kasih yang akan dapat memberikan keberuntungan.

Bila kita renungkan dari penjelasan di atas akan semakin jelaslah pengaruh pelaksanaan ibadah puasa bagi pendidikan, dimana tidak dicari-cari bila dinyatakan bahwa, ada beberapa aspek lain dari perubahan sikap dan perilaku manusia, diantaranya dalam hal dispensasi menjelaskan puasa Allah menaruh sasaran perubahan sikap itu dalam aspek pemahaman (kognitif), yaitu,…”inkuntu ta’lamun”(al-Baqarah/2: 184). Setelah memberi tahu pentingnya bulan Ramadhan, bagi kelangsungan hidup umat manusia, karena Ramadhan itu merupakan bulan diturunkan Al-Qur’an, Allah menghendaki kita manusia untuk pandai bersyukur dengan jalan melakukan puasa setiap bulan Ramadhan datang, hal ini dinyatakan Allah dengan bahasa” La’alllakum tasykurun”( Al-Baqarah/2: 186).

Ketika Allah kembali menerangkan hakekat puasa, adalah berpantang, tidak boleh makan, tidak boleh minum tidak boleh  berhubungan dengan suami-istri, selama waktu menjalankan puasa, sekali lagi dalam kontek ini Allah menjelaskan dan mengharapkan kepasrahan mutlak dengan menyatakan ;”La’allakum tattaquun”( al-Baqarah/2: 187). Semakin jelas yang penulis paparkan, bahwa tiga macam sasaran bagi perubahan sikap yang dikehendaki oleh Allah dalam menjalankan ibadah puasa itu perinciannya adalah:
Pertama; perubahan sikap yang bersifat kognitif, yaitu ketika menerima informasi tentang seluk-beluk yang terkait dengan pelaksanaan ibadah puasa yang harus dijalankan oleh setiap muslim.
Kedua; perubahan sikap yang bersifat afektif yaitu ketika manusia mengetahui hakekat puasa adalah masa berpantang untuk mengendalikan dari dari berbagai kepentingan dan keinginan yang dilarang dalam menjalankan puasa, masa ini adalah  merupakan periode penggemblengan jiwa sosial dan mental jihat keagamaan.
Ketiga; perubahan yang dikehendaki oleh Allah itu berupa sikap yang bersifat kecenderungan untuk berbuat dengan melakukan puasa dibulan Ramadhan sebagai bulan diturunkannya Al-Qur’an. 

Ketiga perubahan sikap tersebut merupakan hasil proses pendidikan yang dilakukan lewat puasa sebagai kewajiban beragama. Ibadah puasa merupakan perilaku Islami yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh setiap  muslim. Hal ini semakin jelas bahwa puasa sebagai sarana pendidikan dimana puasa diasumsikan memiliki kemampuan untuk merubah sifat seseorang ataupun anak yang sudah mumayis menjadi  mengetahui seluk-beluk yang terkait dengan puasa, merasa yakin akan kebenaran puasa sebagai perintah agama yang harus ditaati sebagai bukti kepatuhan dan kepasrahan., dan pernyataan syukur kepada Allah yang telah menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup bagi kehidupan manusia menuju kesempurnaan hidup yang diridai oleh Allah di dunia dan di akherat.

Pandangan ini selaras dengan pendapat Mansur Abadi Zadiana yang menyatakan; 
“Puasa merupakan pendidikan bagi keutamaan akhlak dan memperkuat jiwa kebaikan  dan membiasakan manusia untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang rendah.” 
Setelah sebulan penuh orang beriman melakukan puasa untuk menjaga dan mengarahkan perasaannya, lidah, gharizahnya, solidaritasnya agar tidak terjatuh dalam keburukan dan penyelewengan yang merugikan. Karena itu pelaksanaan ibadah puasa harus dilakukan dengan dasar iman, ikhsan, ikhlash, dan tertib dan rajin (istiqamah).

Roli Abdul Rokhman: Sekretaris ICMI Orda Bojonegoro. Anggota Presidium Majlis Daerah  KAHMI Kabupaten Bojonegoro.

0 Comments

Posting Komentar